Kapolres
Labuhanbatu Bersikukuh Melakukan Penahanan
Ramtauprapat, LT :Kapolres
Labuhanbatu AKBP Hirbak Wahyu Setiawan, bersikukuh untuk tetap melakukan
penahanan ketujuh orang laskar Front Pembela Islam (FPI) Labuhanbatu yang
dituding sebagai pelaku perusakan warung dan lapo tuak diduga ilegal beberapa
waktu lalu.
Meski Organisasi
Islam dan Organisasi Kepemudaan Islam (OKI), Rabu (14/3) mengajukan permohonan
agar dilakukan penangguhan penahanan terhadap ketujuhnya, Hirbak terkesan tak
bergeming.
Ormas Islam dan OKI
tersebut, diantaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Labuhanbatu, Badan
Komunikasi Pemuda Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI), GP Anshor, Pemuda Kabah dan
beberapa lainnya.Akhirnya, terlihat wajah kekecewaan dari para Ormas dan OKI
tersebut, pasca audiensi dengan pihak Kepolisian ketika meninggalkan ruang
Rupatama Mapolres setempat.
Meski demikian,
kalangan Ormas dan OKI tetap mengharapkan pihak Kepolisian benar-benar
melakukan tindakan tegas dan adil dalam melaksanakan peraturan agar dapat
menciptakan situasi dan kondusif dikabupaten tersebut.
Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) setempat H Usman Ahmad, Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja
Masjid Iindonesia (BKPRMI) Barani Pane, akademisi Ismayuddin mengutarakan hal
itu.
Meski bersikukuh
menahanan laskar FPI, Kapolres juga diminta bersikap tegas terhadap pemilik
atau pengusaha warung dan cafe yang tidak memiliki ijin namun terus beroperasi
bahkan menjual minuman keras dan menyediakan wanita penghibur. “Kita sepakat
mendukung polisi dalam penegakan hukum, tapi mengapa pemilik warung yang ilegal
tidak diberikan tindakan tegas. Kita harap Kapolres Labuhanbatu bersikap adil
dan tegas agar suasana terus kondusif,” tegas mereka.
Selain itu, polisi
dinilai hanya menangani pengrusakan, namun tidak menyelidiki apa penyebab aksi
tersebut. Parahnya lagi, sebelum aksi FPI, ormas tersebut sudah tiga kali
melayangkan surat kesejumlah pihak termasuk Polres. Dikarenakan tidak ada
tindakan tegas memberantas aksi maksiat, akhirnya FPI menyeweeping warung dan
cafe ilegal. “Pertama tanggal 20 Desember 2011, kedua 5 Januari dan ketiga 6
Februari 2012 DPW FPI Labuhanbatu sudah memohon agar kembali melakukan
penertiban karena bertentangan dengan norma agam dan pancasila serta Perda
Labuhanbatu nomor 31 dan 32 tahun 2008,” tambah mereka.
Untuk itu mereka dan
elemen lainnya menanyakan dimana penegakan hukum yang adil dan tegas. “Kalau
polisi mau bijak, pertemukan kedua belah pihak, jangan terus mempercayai
laporan. Katanya pengayom, jadi dimana pengayoman kepada masyarakat ini,” tanya
mereka lagi.
Kapolres Labuhanbatu
AKBP Hirbak Wahyu Setiawan, didampingi Kasat Intelkam AKP Mijer, Kasubag Humas
AKP MT Aritonang, Kapolsek Torgamba AKP Marajunjung Siregar seusai audiensi
yang dihadiri beberapa organisasi Islam dan bahkan melibatkan pihak Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Labuhanbatu, BKPRMI, Ormas Al-Washliyah, pihak FPI
Labuhanbatu dan lainnya, Rabu (14/3) kepada wartawan mengakui dalam kasus
tersebut pihak Kepolisian berada ditengah dan akan menindaklanjuti pelaporan
setiap warga negara.
Ketika ditanya apakah
dalam hal perusakan tersebut pihak FPI mesti meminta maaf kepada pemilik
warung, dia mengharapkan adanya tindakan preventif dengan melakukan upaya
pendekatan dengan pihak pelapor. “Disinikan sudah ada terjadi pengrusakan.
Tidak sekonyong – konyongnya polisi melakukan penangguhan penahanan. Jadi
gimana hak hak orang yang rumahnya sudah dirusak, kan itu juga harus
dibicarakan,” ujarnya.
Ditanya apakah para
pelaku harus meminta maaf Hirbak menjawab “Ya tidak seperti itulah, artinya
harus ada pembicaraan. Misalkan rumah anda dirusak atau ada kasus lain seperti
mobil dipinjam pakaikan, sebelum ada pembicaraan perdamaian mana berani polisi
memberikan penagguhan atau penjaminan. Sama juga KDRT seperti itu sebelum
istrinya menyabut atau belum ada perdamaian mana mungkin kita (Polisi) berikan
penangguhan,” jelasnya.
Disinggung terkait
kasus peledakan SPBU yang menewaskan tiga karyawannya, namun tidak ada
penahanan, Hirbak mengatakan kalau kasus SPBU tidak ada penangguhan penahanan.
“Kita tidak menahan tapi proses berlanjut. Iya kita tidak menahan kan undang
undangnya jelas disitu,” jelasnya.
Ketika ditanya
kepolisian yang tidak memberikan penangguhan terhadap kasus FPI, dia mengaku
pengrusakan merupakan tindakan yang diancam hukuman diatas lima tahun penjara.
“Bukan bukan seperti itu. Artinya kan sudah ada yang dirugikan. Inikan,
pengrusakan ancamannya lebih dari lima tahun kan harus ditahan,” tegas Hirbak.
Diinformasikannya,
pihak Kepolisian Resort Labuhanbatu juga akan melakukan kordinasi dengan pihak
Pemkab Labuhanbatu dalam melakukan penertiban warung-warung yang tidak memiliki
ijin resmi. “Ya, Besok kita akan adakan pertemuan dengan Muspika dan Muspida
untuk melakukan penertiban warung tuak. Dan malam ini (Rabu, 14 Mareta 2012)
saya akan bertemu bupati untuk membahas hal tersebut,” jelasnya.
Sementara untuk kasus
dugaan pencabulan yang dituduhkan terhadap anggota FPI dalam melakukan aksi,
Hirbak menolak untuk memperdebatkannya. “Ya begini ya. Saya tidak mau berdebat
atas hal ini, Polisikan nerima laporan. Kemudian ada saksi. Kita rekontruksi,
kita tidak perlu memperdebatkan hal itu,” tandasnya.(Tim)