Menyongsong “Mayday”
Mei 2012 mendatang. Aliansi buruh dan Tani ( BURTA) se Labuhanbatu Raya
(Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Labuhanbatu Utara) akan melakukan aksi turun
ke jalan dengan menyerukan pernyataan sikap dan tuntutan.
9 Poin Tuntutan Burta adalah : Ditetapkannya 1 Mei menjadi hari
libur nasional, Menuntut diberikannya upah layak bagi buruh lajang pria
upah sebeesar Rp2.519.181 perbulan dan Rp2.829.331 untuk upah butuh
wanita lajang, menuntut diberikannya alat ksehatan dan keselamatan kerja
(K3) serta alat perlindungan diri (APD) yang layak kepada buruh, Menjadikan
buruh harian lepas (BHL) sebagai buruh tetap. Menuntut dikembalikannya
tanah rakyat yang dirampas pihak perusahaan perkebunan. Menuntut dilakukan penutupan
perusahaan perkebunan yang tidak memiliki izin dan yang merambah kawasan hutan.
Meminta dilaksanakannya pasal 11 peraturan menteri pertanian No26/2007
tentang pedoman perizinan usaha perkebunan. Meminta dihentikannya kriminalisasi
terhadap buruh dan petani. Serta, menolak system pengupahan yang ditetapkan
BKSPPS dan meminta szemua perusahaan membayarkan kekurangan UMSK 2011.
“Tuntutan kita ada 9 poin,” jelas Maulana Syafii kordinator
Burta dalam konprensi Persnya, Minggu (29/4) di Rantauprapat
Burta sendiri, kata dia merupakan aliansi dari Serikat
Buruh Perkebunan (SBPI), Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) 1992, Persetan
dan Lentera.Katanya didampingi Maruba Nababan, Ketua SBPI, Daniel MArbun, KEtua
SBSI 1992 dan Natan Sidabutar, kordinator Lentera, momentum *mayday *merupakan saat
menuntut kemerdekaan dari ketertindasan dan penjajahan HAM. Baik dibidang
upah pekerja dan juga perjuangan mendapatkan hak atas tanah petani. Kata
dia, persoalan buruh dan tani sendiri merupakan hal yang krusial dan dapat
menjadi ancaman bagi NKRI bila tidak ditangani secara serius. “Jika tidak
ditangani oleh pemerintah dapat menjadi bom waktu,”jelasnya
Dalam pernyatan sikap mereka mengungkapkan kondisi sekarang
di Labuhanbatu tidak jauh beda dengan kondisi Amerika pada tahun 1886 lalu.
Dimana, buruh dibayar murah dibawah standar ketentuan hidup layak, bahkan
puluhan ribu buruh bekerja tanpa dibayar di perusahaan perkebunan di
Labuhanbatu raya. Selain itu, buruh rentan mengalami kecelakaan kerja saat
memanen buah perkebuna, karena tidak dilengkapinya sarana K3. Juga system hokum
perburuhan yang ada memberikan peluang bagi pengusaha untuk menghisap kaum buruh
lewat status kerja yang dikenal dengan praktek *outsourcing *(Buruh harian
lepas/BHL).*Pekerja Toko dan RT*
Sementara itu, Daneil Marbun kordinator SBSI 1992, mengaku
prihatin dengan kondisi para pekerja di pertokoan dan juga
pekerja-pekerja Rumah Tangga (RT) yang selama ini luput dari perhatian
penanganan pekerja dan perburuhan. Sebab, kaum pekerja dan buruh di sector ini juga
rentan tak mendapatkan upah layak sesuai ketentuan yang ada. Padahal, kata dia,
kaum ini juga layak mendapatkan upah yang pantas. “Pekerja di sector itu juga layak
mendapatkan kepastian hak normative sesuai UU Pekerja yang ada,” bebernya. Kata
dia, pihaknya juga akan berupaya melakukan advokasi dan perlindungan kepada
kaum buruh dan pekerja di sector itu. Selain itu, tambahnya SBSI 1992
juga akan berupaya memberikan pendidikan layak kepada pekerja untuk
dapat memperjuangkan hak normatifnya. Kata dia, untuk tiga Kabupaten di
Labuhanbatu Raya, jumlah pekerja di dua sector itu relatif cukup besar. Bahkan,
tambahnya, takkurang dari seribuan jiwa. “Untuk di Labuhanbatu Raya, jumlahnya
cukup signifikan. Takkurang dari seribuan orang,” bebernya. Sehingga, dia
mengharapkan kepada kaum pekerja di sector itu untuk membentuk serikat kaum
buruh dan pekerja dalam menampung dan memberikan pembelaan hak buruh. “Silahkan
berserikat untuk membentuk wadah menampung dan membela hak normative pekerja,”
jelasnya.